Banyak cerita menarik yang kita dapatkan selama Piala Konfederasi 2013
yang baru saja berlalu. Mulai dari pemain Tahiti yang memanggil pelatih
mereka dengan sebutan "papa", karena memang sudah saling kenal sejak
kecil; atau seorang pemain Tahiti yang akhirnya bertanding melawan
Fernando Tores setelah sebelumnya pernah menjadi guide untuk bintang
Chelsea itu berbulan madu di Tahiti; atau Spanyol yang berhasil
memecahkan rekor kemenangan tertinggi Piala Konfederasi saat menggunduli
Tahiti 10-0; banyaknya penalti yang gagal (5 dari 9 pinalti tidak
berbuah gol); dan masih banyak lagi.
Dari sekian banyak cerita menarik itu, bagi saya yang paling menarik adalah seputar Brasil dan Neymar.
Brasil
yang oleh mayoritas pendukungnya sendiri sempat dianggap tak mampu
berbuat banyak di Piala Konfederasi, apalagi di Piala Dunia nanti,
ternyata berhasil membungkam kritikus dengan tampil sebagai juara.
Sebelumnya berbagai media masa, terutama radio dan TV talk show,
seakan kompak meremehkan bahkan terkesan melecehkan tim mereka sendiri.
Siapa akan mencetak gol bagi Brasil, mereka bertanya penuh sangsi.
Hulk? Mau panggil Spiderman, Superman, Batman pun Brasil tidak bakalan
juara! Lelucon seperti ini marak di kalangan rakyat Brasil sebelum
turnamen dimulai.
Kenyataannya sungguh bertolak belakang: Brasil
tidak hanya berhasil menjadi juara tapi juga melakukannya dengan begitu
meyakinkan! Back four Brasil begitu kokoh dan stabil sepanjang turnamen. Dibantu doble sixers
(dua gelandang bertahan) Paulinho dan Luiz Gustavo serta penjaga gawang
Julio Caesar yang juga bermain luar biasa, pertahanan Brasil terlihat
aman. Berkat penampilan pemain-pemain bertahan yang penuh disiplin
inilah permainan Selecao secara keseluruhan menjadi seimbang.
Brasil
bermain secara seimbang, baik saat bertahan maupun saat menyerang.
Betul-betul suguhan permainan taktis yang impresif dan jauh dari citra
Brasil yang "asal menyerang", atau "yang penting cetak gol" dan berbagai
analisa miring lainya yang terkadang memang benar adanya.
Barisan
depan pun terlihat impresif sepanjang turnamen. Terlihat jelas SEMUA
pemain ingin menunjukan pada publik bahwa mereka tidak pantas
diremehkan. Dan yang paling ingin menunjukkan kebolehannya adalah
seorang bintang muda berumur 21 tahun yang baru saja dibeli oleh
Brcelona dan langsung diikat dengan sebuah kontrak yang di dalamnya
tertera sebuah buy out clause dengan jumlah yang fantastis: 190 juta euro! Siapa lagi kalau bukan Neymar Da Silva Santos Junior.
Neymar
berada di bawah tekanan pers Brasil sebelum Piala Konfederasi
berlangsung. Memang performa Neymar di timnas saat itu merosot tajam.
Dari 42 tendangan yang dilesatkan Neymar dalam 9 pertandingan sebelum
turnamen, hanya 16 yang mengarah ke gawang. Pundi-pundi golnya juga
menurun semenjak Luiz Felipe Scolari mengambil alih kendali sebagai
pelatih. Sebelum era Scolari, Neymar mencetak 21 gol dalam 34
pertandingan untuk Brasil. Setelah Scolari menjadi pelatih, Neymar
memasuki masa-masa paceklik gol. Inilah yang membuatnya dikritik keras
oleh pers setempat.
Dan kritikan inilah yang ingin ditepis oleh
Neymar dengan bermain trengginas selama Piala Konfederasi. Sebagai
jawaban atas kritikan yang diarahkan kepadanya Neymar melesakkan gol
cantik demi gol cantik, terpilih dua kali sebagai man of the match, serta yang terpenting mempersembahkan Piala Konfederasi ketiga berturut-turut untuk negaranya.
Motivasi pemain Brasil yang begitu meluap-luap, banyaknya pemain yang bermain dalam kondisi peak performance dan keseimbangan permainan tim berakibat fatal bagi lawan-lawan mereka, termasuk pasukan para "dewa" Spanyol.
Hanya
kalah sekali dalam 4 tahun terakhir, Spanyol tentu saja dijagokan
banyak pihak (termasuk saya) bakal menjuarai Paiala Konfederasi. Lalu
mengapa pasukan bala dewa ini gagal menyandingkan Piala Dunia, Piala
Eropa dan Piala Konfederasi?
Ada
beberapa faktor. Selain faktor hebatnya Brasil seperti yang dijabarkan
tadi, pertandingan semifinal yang melelahkan melawan Italia, ditambah
panjangnya musim ini bagi sebagian besar punggawa tim "Matador"
menyebabkan mereka bermain bak manusia biasa.
Pemain Spanyol
terlihat jelas kecapaian. Saat tubuh capai konsentrasi akan turun.
Kekuatan mental masing-masing pemain juga akan melemah. Saat tubuh capai
kemampuan kordinasi juga menurun. Pendek kata, saat capai pemain akan
banyak melakukan kesalahan baik secara teknis maupun secara taktis. Dan
itulah yang terjadi sepanjang pertandingan melawan Brasil di final.
Pemain Spanyol rata-rata melakukan kesalahan kontrol dan passing bola yang tidak lazim mereka lakukan. Secara taktis, barisan pertahanan yang berdiri jauh ke atas (istilah lainnya adalah "pressing satu") juga terlihat rentan serangan balik, dan umpan-umpan terobosan yang selama ini relatif jarang terjadi karena biasanya pressing dilakukan dengan penuh tenaga dan konsentrasi penuh.
Pasukan bala dewa Spanyol dijinakkan oleh Brasil. Tim yang sebelum Piala Konfederasi diremehkan berhasil memanusiakan para dewa.
Salut buat Brasil!
Salor.
http://sport.detik.com/aboutthegame/read/2013/07/02/143029/2290237/1486/brasil-memanusiakan-dewa
Copyright © All Rights Reserved / Designed By: Templatezy | Blogger Templates